BAB I
PENDAHULUAN
Masa
remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan
dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori
perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan
perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan
lingkungan.
Sejalan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang
berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap
fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil
diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan
penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga
akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada
fase berikutnya.
Hurlock (1973) memberi batasan masa
remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut
Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan
alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan
anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja
membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan
kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan
kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun
juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan
identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Dalam pengantar diatas dapat saya
tarik rumusan masalahnya antara lain; apa saja yang menjadi permasalahan dalam
perkembanagan remaja itu? Dan bagaimana hubungan antara perkembangan remaja
dengan orangtua? Dan bertujuan untuk
mengetahui pemasalahan yang terjadi pada remaja, serta mengetahui hubungan
perkembangan remaja dan orangtua.
BAB II
PERKEMBANGAN
REMAJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ORANGTUA
A.
Perkembangan Remaja
1.
Perkembangan
Potensial
Kelompok
remaja dapat dikenali dari potensinya yang dahsyat. Pada umumnya remaja tidak
mengenal rasa takut bahkan cenderung nekad sehingga banyak aktivitas mereka
yang menyentuh bahaya atau bersinggungan dengan bahaya, misalnya, memanjat
tebing, mendaki gunung, olahraga balap, tinju, menjelajah gua, atau bertualang
ke hutan belantara. Mereka mendirikan kelompok-kelompok atau
perkumpulan-perkumpulan (gangs) untuk mengaktualisasikan identitas
kelompok mereka. Jika aspirasi mereka tersumbat atau mendapatkan rintangan,
mereka mengajukan protes atau melakukan perlawanan dengan hebat tanpa
memperhitungkan risiko yang akan ditimbulkan akibat tindakan mereka yang tanpa
perhitungan.
2. Perkembangan Emosional
Masa
remaja selalu berhubungan dengan berbagai pergolakan emosional yang belum
stabil. Ada keyakinan diri, kegelisahan, iri hati, malu, harga diri, dan emosi
lainnya yang dulu muncul sewaktu kanak-kanak, sekarang menjadi bagian penting
dari kehidupan mereka. Emosi sosial yang sudah muncul ketika berusia enam tahun
sangat penting dalam menunjang pergaulan mereka dengan teman-teman sebayanya.
Emosi remaja juga dapat dikenali dari berkembangnya perasaan atau emosi baru
seperti romantisme, cemburu, cinta, sedih, atau perasaan kesepian.
3. Perkembangan Psikososial
Ketika
anak-anak memasuki masa remaja, terjadi perubahan karena pertumbuhan fisik
mereka yang berkembang sangat pesat. Pada masa ini, dorongan seksual muncul
dengan kuat dan wajah mereka mulai mengarah kepada bentuk dewasa. Perubahan
fisiologis ini diikuti pula oleh perubahan psikologis, yakni berkembangnya
mental mereka.
4. Perkembangan Intelektualitas
Beberapa
remaja sudah terlihat kehebatan intelektualitas mereka dalam berbagai bidang
pemikiran dan perasaan sehingga mampu melahirkan karya-karya bermutu dalam
bidang seni, sains, dan teknologi. Menurut Jean Piaget, kelompok remaja berada
pada tahap operasional formal, dan merupakan tahap terakhir dari perkembangan
kognisi. Perkembangan yang sehat dan normal membuat mereka mampu memecahkan
masalah-masalah dengan menggunakan berbagai alternatif dan memahami berbagai
masalah yang kompleks dan rumit. Fokus mereka adalah: kemampuan berpikir secara
abstrak dan berpikir secara hipotetis.
5. Perkembangan Moral
Menurut
Lawrance E. Kohlberg, remaja dapat dikenali dari moral mereka yang berorientasi
kepada membangun dan membina hubungan saling menguntungkan (mutual
interpersonal relationship). Bagi mereka moralitas yang baik adalah hidup
yang bermanfaat bagi orang lain, misalnya, berguna bagi saudara, teman-teman,
masyarakat, melaksanakan peraturan, menjaga ketertiban, dan seterusnya.
6. Perkembangan Psikoseksual
Menurut
pengamatan Freud, pada usia remaja perkembangan psikoseksual mereka berada pada
tahapan genitalia. Fokusnya adalah ketertarikan terhadap lawan jenis dan energi
seksual diarahkan terhadap organ genital. Dorongan seksual yang besar menyebabkan
remaja mencari pemuasannya. Berdasarkan psikoanalisa Freud, fase genital
berlangsung sejak masa pubertas sampai meninggal dunia. Fase genital sangat
dipengaruhi oleh fase pragenital. Artinya,jika tahapan sebelumnya berhasil
dilewati dengan baik, tahapan genital akan berlangsung dengan baik, tetapi jika
fase tahapan pragenital mengalami masalah, tahapan genital juga akan
bermasalah.
B. Tugas perkembangan remaja
Tugas
perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
1. memperluas hubungan antara pribadi
dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki
maupun perempuan
2. memperoleh peranan social
3. menerima kebutuhannya dan
menggunakannya dengan efektif
4. memperoleh kebebasan emosional dari
orangtua dan orang dewasa lainnya
5. mencapai kepastian akan kebebasan dan
kemampuan berdiri sendiri
6. memilih dan mempersiapkan lapangan
pekerjaan
7. mempersiapkan diri dalam pembentukan
keluarga
8. membentuk sistem nilai, moralitas dan
falsafah hidup
Erikson
(1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama
remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan
krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas
perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja
dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan
peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan
krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya
dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada
akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan
menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
Tugas perkembangan ada
dalam setiap tahap kehidupan. Tidak hanya untuk remaja namun dari kanak-kanak
hingga dewasa lanjut.Setiap tahap kehidupan memang telah memiliki tugas
perkembangannya masing-masing. Tugas perkembangan remaja perlu diketahui para
remaja agar dapat dijadikan acuan bagi masa berikutnya yaitu masa dewasa dan
perlu diketahui pula oleh para orangtua dan guru agar dapat membimbing
putra-putri/murid-muridnya untuk dapat melewati masa-masa “penuh badai”
tersebut dengan baik .