Jumat, 08 Juni 2012

Evaluasi Belajar


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru.
Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Tes Essay?
2.    Apa yang dimaksud dengan Tes Obyektif?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui Tes Essay
2.    Untuk mengetahui Tes Obyektif

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tes
Tes adalah pengukuran berupa pertanyaan, perintah, dan petunjuk yang ditujukan kepada testee untuk mendapatkan respon sesuai dengan petunjuk itu. Testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian; tester artinya orang yang melaksanakan test, atau pembuat tes, atau eksperimentor, yaitu orang yang sedang melakukan percobaan (eksperimen).[1]
B.     Fungsi Tes
Ada 2 macam fungsi yang dimiliki oleh tes yaitu;
1.    Sebagai alat penngukur terhadap peserta didik.
Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka eaktu tertentu.
2.    Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajarn yang telah ditentukan, dan telah dapat dicapai.   

Psikologi Perkembangan Bayi dan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dalam wujud yang paling sempurna, Karena manusia dikaruniai dengan akal pikiran dan hawa nafsu, berbeda halnya dengan binatang yang hanya dikaruniai hawa nafsu. Manusia sebagai individu yang normal akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Proses perkembangan kehidupan manusia melalui beberapa tahapan. Umumnya, manusia akan selalu berubah mengikuti proses perkembangan di sekitar kehidupannya, mulai dari sejak masa pranatal, masa bayi, balita, lalu tumbuh menjadi remaja, dewasa, dan kemudian meninggal. Tahap perkembangan yang akan kami bahas dalam hal ini adalah perkembangan masa bayi dan anak, yaitu dimana tahap kedua setela melalui masa pranatal yaitu masa orok.
Kami akan mencoba merumuskan masalah-masalah apa saja yang muncul dalam kajian yang akan dibahas  dalam makalah ini. Agar pembahasan lebih terfokus pada permasalahan, maka kami mencoba membatasi pokok permasalahan yang muncul pada pembahasan makalah kami adalah sebagai beruikut : Apa yang dimaksud dengan perkembangan bayi dan anak? Bagaimana tahap-tahap perkembangan masa bayi dan anak?  
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu memahami perkembangan masa bayi dan anak. Disamping itu juga kami mengajukan makalah ini guna memenuhi tugas terstruktur dalam perkulian di semester 4 (empat) pada Mata Kuliah Psikologi Perkembangan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mengenal Perkembangan Bayi
Perkembangan bayi mencakup kemampuan perseptual, motorik (gerakan tubuh), kognitif, dan keterampilan sosial. Pertumbuhan dan perkembangan setiap bayi tentu tidak selalu seragam. Maka tidak perlu kaku dalam menilai kemajuan perkembangan bayi. Standar yang dibakukan sebagai tahapan perkembangan merupakan bahasa statistik. Mayoritas bayi normal sudah mencapai tahapan perkembangannya sejalan dengan umurnya.
Jangan cepat cemas dulu apabila perkembangan bayi kita tidak persis sesuai standar baku sepanjang masih dalam batas-batas normal. Apabila terjadi kelambanan perkembangan yang ekstrem, perlu mendapat perhatian setiap orangtua.
Bayi anda berkembang sepanjang waktu, dari hari ke hari, bulan demi bulan, semuanya berkembang dengan menabjubkan. Tidak ada patokan khusus untuk mengukur tumbuh kembangnya, akan tetapi dapat kita lihat petunjuk secara umum dari beberapa bayi, walaupun masing-masing bayi perkembangannya berbeda satu dengan yang lain[1].
Berikut perkembangannya:
1.      Usia lahir hingga 1 bulan (0-1 Bulan)
·       Mata belum bisa fokus, tapi sudah belajar mengenali wajah dalam jarak dekat
·       Dapat menirukan anda dalam hal menjulurkan lidah atau membuka mulut
·       Secara insting akan menuju kearah susu anda dan membuka mulutnya
·       Memejamkan mata atau berkedip saat ada cahaya yang kuat dan akan menutup matanya bila terlalu banyak rangsangan cahaya yang masuk
·       Dalam periode 24 jam tidur 16 hingga 17 jam
·       Biasanya membutuhkan perawatan setiap 2 jam, tidak terlepas dari susu ibu atau susu formula dalam jangka waktu 3 atau 4 jam
·       Menangis berarti membutuhkan sesuatu (makanan, ganti popok, ketenangan atau belaian)

Hubungan Remaja Dengan Orang Tua


BAB I
PENDAHULUAN

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
            Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
            Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
            Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka  dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
            Dalam pengantar diatas dapat saya tarik rumusan masalahnya antara lain; apa saja yang menjadi permasalahan dalam perkembanagan remaja itu? Dan bagaimana hubungan antara perkembangan remaja dengan orangtua?  Dan bertujuan untuk mengetahui pemasalahan yang terjadi pada remaja, serta mengetahui hubungan perkembangan remaja dan orangtua.
BAB II
PERKEMBANGAN REMAJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ORANGTUA

A.    Perkembangan Remaja
1.      Perkembangan Potensial
Kelompok remaja dapat dikenali dari potensinya yang dahsyat. Pada umumnya remaja tidak mengenal rasa takut bahkan cenderung nekad sehingga banyak aktivitas mereka yang menyentuh bahaya atau bersinggungan dengan bahaya, misalnya, memanjat tebing, mendaki gunung, olahraga balap, tinju, menjelajah gua, atau bertualang ke hutan belantara. Mereka mendirikan kelompok-kelompok atau perkumpulan-perkumpulan (gangs) untuk mengaktualisasikan identitas kelompok mereka. Jika aspirasi mereka tersumbat atau mendapatkan rintangan, mereka mengajukan protes atau melakukan perlawanan dengan hebat tanpa memperhitungkan risiko yang akan ditimbulkan akibat tindakan mereka yang tanpa perhitungan.
2.      Perkembangan Emosional
Masa remaja selalu berhubungan dengan berbagai pergolakan emosional yang belum stabil. Ada keyakinan diri, kegelisahan, iri hati, malu, harga diri, dan emosi lainnya yang dulu muncul sewaktu kanak-kanak, sekarang menjadi bagian penting dari kehidupan mereka. Emosi sosial yang sudah muncul ketika berusia enam tahun sangat penting dalam menunjang pergaulan mereka dengan teman-teman sebayanya. Emosi remaja juga dapat dikenali dari berkembangnya perasaan atau emosi baru seperti romantisme, cemburu, cinta, sedih, atau perasaan kesepian.
3.      Perkembangan Psikososial
Ketika anak-anak memasuki masa remaja, terjadi perubahan karena pertumbuhan fisik mereka yang berkembang sangat pesat. Pada masa ini, dorongan seksual muncul dengan kuat dan wajah mereka mulai mengarah kepada bentuk dewasa. Perubahan fisiologis ini diikuti pula oleh perubahan psikologis, yakni berkembangnya mental mereka.
4.      Perkembangan Intelektualitas
Beberapa remaja sudah terlihat kehebatan intelektualitas mereka dalam berbagai bidang pemikiran dan perasaan sehingga mampu melahirkan karya-karya bermutu dalam bidang seni, sains, dan teknologi. Menurut Jean Piaget, kelompok remaja berada pada tahap operasional formal, dan merupakan tahap terakhir dari perkembangan kognisi. Perkembangan yang sehat dan normal membuat mereka mampu memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan berbagai alternatif dan memahami berbagai masalah yang kompleks dan rumit. Fokus mereka adalah: kemampuan berpikir secara abstrak dan berpikir secara hipotetis.
5.      Perkembangan Moral
Menurut Lawrance E. Kohlberg, remaja dapat dikenali dari moral mereka yang berorientasi kepada membangun dan membina hubungan saling menguntungkan (mutual interpersonal relationship). Bagi mereka moralitas yang baik adalah hidup yang bermanfaat bagi orang lain, misalnya, berguna bagi saudara, teman-teman, masyarakat, melaksanakan peraturan, menjaga ketertiban, dan seterusnya.
6.      Perkembangan Psikoseksual
Menurut pengamatan Freud, pada usia remaja perkembangan psikoseksual mereka berada pada tahapan genitalia. Fokusnya adalah ketertarikan terhadap lawan jenis dan energi seksual diarahkan terhadap organ genital. Dorongan seksual yang besar menyebabkan remaja mencari pemuasannya. Berdasarkan psikoanalisa Freud, fase genital berlangsung sejak masa pubertas sampai meninggal dunia. Fase genital sangat dipengaruhi oleh fase pragenital. Artinya,jika tahapan sebelumnya berhasil dilewati dengan baik, tahapan genital akan berlangsung dengan baik, tetapi jika fase tahapan pragenital mengalami masalah, tahapan genital juga akan bermasalah.[1]

B.     Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
1.    memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
2.    memperoleh peranan social
3.    menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
4.    memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.    mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
6.    memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
7.    mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
8.    membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup[2]
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
Tugas perkembangan ada dalam setiap tahap kehidupan. Tidak hanya untuk remaja namun dari kanak-kanak hingga dewasa lanjut.Setiap tahap kehidupan memang telah memiliki tugas perkembangannya masing-masing. Tugas perkembangan remaja perlu diketahui para remaja agar dapat dijadikan acuan bagi masa berikutnya yaitu masa dewasa dan perlu diketahui pula oleh para orangtua dan guru agar dapat membimbing putra-putri/murid-muridnya untuk dapat melewati masa-masa “penuh badai” tersebut dengan baik .

Senin, 23 April 2012

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
PENDIDIKAN


Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok
Mata kuliah : Filsafat Pendidikan
Dosen :  Mustopa, M.Pd

 




Disusun oleh
 kelompok 4 :
                1.     Ucup Supriadi                      
                2.     RIKY DWI SEPTIAN
                3.     KAYADI


    


Tarbiyah / IPS - C / SEMESTER III

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI

                                                                        CIREBON

2011


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat atau para filosof sepanjang kurun waktu dengan objek permasalahan hidup didunia, telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan para filosof itu, ada kalanya satu dengan yang lain hanya bersifat saling kuat-menguatkan, tapi tidak jarang pula yang berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang di pakai oleh mereka berbeda, walaupun untuk objek permasalahannya sama. Karena perbedaan dalam sistem pendekatan itu, maka kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikit yang saling berlawanan. Selain iu faktor zaman dan pandangan hidup yang melatar belakangi mereka, serta tempat di mana mereka bermukim juga ikut mewarnai pemikiran mereka.
Menyimak kembali sejarah pertumbuhan dan perkembangan filsafat sebagaimana yang telah di uraikan dalam bab pertama, akan menjadi jelas adanya perbedaan tersebut diatas. Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan, bahwa dalam sejarahnya telah melahirkan bebagai pandangan atau aliran. Karena pemikiran filsafat yang tidak pernah mandeg.
Untuk mengetahui perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan, di bawah ini akan diuraikan garis-garis besar aliran-aliran filsafat dalam pendidikan.   
B.     Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan  aliran Progressivisme?
2.    Apakah yang dimaksud dengan  aliran Esensialisme?
3.    Apakah yang dimaksud dengan  aliran Perennialisme?
4.    Apakah yang dimaksud dengan  aliran Rekontruksionalisme?
5.    Apakah yang dimaksud dengan  aliran Eksistensialisme ?
6.    Apakah yang dimaksud dengan  aliran Idealisme?



C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui  aliran Progressivisme
2.    Untuk mengetahui aliran Esensialisme
3.    Untuk mengetahui aliran Perennialisme
4.    Untuk mengetahui aliran Rekontruksionalisme
5.    Untuk mengetahui aliran Eksistensialisme
6.    Untuk Mengetahui aliran Idealisme

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aliran Progressivisme
Aliran Progressivisme adalah suatu aliran yang sangat berpengaruh di abad ke-20 ini. Pengaruh ini sangat terasa sekalli khususnya di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan dalam dunia pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran Progressivisme ini. Biasanya aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal –“The liberal road to culture”.[1]  Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan (Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Sifat-sifat aliran Progressivisme
1)   Sifat-sifat Negatif, dalam artian bahwa, Progressivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti terdapat dalam agama, politik, etika dan epitemologi.
2)   Sifat-sifat Positif, dalam arti bahwa Progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak lahir.
Maka tugas pendidikan menurut pragmatisme, ialah meneliti sejelas-jelasnya kesanggupan-kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan-kesanggupan itu dalam pekerjaan praktis.
Perkembangan aliran Progressivisme
     Dalam asas modern – sejak abad ke-16 Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang dalam proses terjadinya aliran pragmatisme-Progressivisme. Dalam abad ke-19 dan ke-20 ini tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap dogmatis, terutama dalam agama.
Keyakinan-keyakinan Progressivisme tentang pendidikan
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulh sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.   
B.     Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.[2] Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof, menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Selain itu juga di warnai dengan pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Imam Bernadib (1981)[3], menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu:
1.    Desiderius Erasmus, humananis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain.
2.    Johann Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3.    Johann Friederich Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagais alah seorang murid Immanuel Kant yang berpendapat dengan kritis, herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai ‘pengajaran yang mendidik’.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan hakikat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan.      

Sabtu, 21 April 2012

EVALUASI BELAJAR



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru.
Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Tes Essay?
2.    Apa yang dimaksud dengan Tes Obyektif?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui Tes Essay
2.    Untuk mengetahui Tes Obyektif 


Rabu, 18 April 2012

MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM



BAB I
PENDAHULUAN
                A.    Latar Belakang
Sebelum kita lebih jauh menelaah tentang konsep kuikulum itu sendiri, kita tinjau terlebih dahulu Visi dan Misi Pendidikan Nasional secara mendasar, bahwa Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah. Sedangkan Misi dari pendidikan nasional adalah :
a.       Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas bagi seluruh akyat Indonesia;
b.      Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional dan Internasional;
c.       Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;
d.      Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
e.       Meningkatkan kesiapan masukan dan proses pendidikan yang mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
f.       Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan
g.      Mendorong peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pemdidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.  
Dan kita lihat tujuan dari pendidikan nasional secara makro adalah membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang poitif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Sedangkan secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika (beradab dan berwawasan budaya bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab).
Setelah kita mengetahui Visi, Misi dan tujuan pendidikan nasional, pastinya dalam suatu pendidikan atau pengajaran pasti membutuhkan kurikulum, sebelum kita lebih jauh membahas tentang kurikulum marilah kita bahas terlebih dahulu tentang macam-macam model konsep kurikulum.    
            B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan kurikulum subjek akademis?
2.      Apakah yang dimaksud dengan kurikulum humanistik?
3.      Apakah yang dimaksud dengan kurikulum rekonstruksi sosial?

            C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui  kurikulum subjek akademis
2.       Untuk mengetahui kurikulum humanistik
3.      Untuk mengetahui kurikulum rekonstruksi sosial 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Macam-macam Model Konsep Kurikulum
Empat aliran pendidikan yaitu pendidikan klasik, pribadi, teknologi, dan interaksionis. Empat aliran atau teori pendidikan tersebut memiliki model konsep kurikulum dan praktik pendidikan yang berbeda. Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis, dan dari pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekostruksi sosial.
      1.    Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis adalah model konsep kurikulum tertua dan masih sering dipakai sampai saat ini, karena kurikulum ini cukup praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Pada kurikulum ini, orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru[1].
Isi pendidikan disesuaikan dengan displin ilmu. Para pengembang kurikulum tidak perlu menyusun dan mengembangkan bahan sendiri, melainkan cukup mengorgansisasi secara sistematis mengenai isi materi yang dikembangkan para ahli disiplin ilmu, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man: A Course of Study (MACOS). MACOS adalah kurikulum untuk sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan pengarahan dan bimbingan Brunner. Sasaran utama kurikulum MACOS adalah perkembangan kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan memberikan serangkaian cara kerja yang memungkinkan anak walaupun dengan cara sederhana mampu menganalisis kehidupan sosial.
Ada 3 pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis, yaitu:
1.      Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan.
Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta, serta bukan sekedar mengingatnya.
2.      Studi yang bersifat integratif
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada. Maka, dikembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (integrated curriculum). Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan:
·       Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme)
·       Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu.
·       Menyatuka berbagai cara/metode belajar.
3.      Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Ciri-ciri kurikulum subjek akademis yaitu sebagai berikut:
a)    Bertujuan untuk pemberian ide pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”.
b)   Metode yang paling sering digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri.
c)    Materi/ide-ide diberikan oleh guru yang kemudian dielaborasi oleh siswa sampai terkuasai, dengan proses sebagai berikut: konsep utama disusun secara sistematis, kemudian dikaji, selanjutnya dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
Pola-pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis diantaranya sebagai berikut:
1.        Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep suatu pelajaran yang dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
2.        Unifyied atau  Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran displin ilmu.
3.        Integrated curriculum yaitu sama halnya dengan unifyied curriculum, namun yag membedakan pada integrated curriculum tidak nampak lagi displin ilmunya. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupa tertentu.
4.        Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yag diperoleh dari berbagai displin ilmu.
Untuk evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi, namun lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay) dari pada tes objektif.
           2.      Kurikulum Humanistik
Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (persoznalized educationi) yaitu John Dewey dan J.J. Rousseau. Konsep ini lebih mengutamakan siswa yang merupakan subjek yang menjadi pusat utama kegiatan pendidikan. Selain itu, pendidik humanis lebih juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa seorang anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja dari segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). 
Ada tiga aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik, yaitu:
a.         Pendidikan Konfluen, menekankan keutuhan pribadi, individu harus merespons secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap kesaruan yang menyeluruh dari lingkungan.
b.         Kritikisme Radikal, pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.
c.         Mistikisme Modern, yaitu aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
Kurikulum konfluen memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut:
1.         Partispasi, kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar.
2.         Integrasi, adanya interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran, perasaan dan juga tindakan.
3.         Relevasi, adanya kerelevanan is kurikulum antara kebutuhan, minat dan kehidupan murid.
4.         Pribadi anak, memberikan tempat utama pada pribadi anak untuk berkembang dan beraktualisasi potensi secara utuh.
5.         Tujuan, memiliki tujuan mengembangka pribadi yang utuh.
Dalam evaluasi, kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses dari pada hasil, dan tidak memiliki kriteria pencapaian. Sasaran kurikulum ini adalah perkembangan anak agar menjadi manusia yang lebih terbuka dan lebih mandiri.
          3.      Kuriulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Pada kurikulum ini, pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Kerja sama dan interaksi yag terjadi bukan hanya antara guru dan siswa, melainkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan serta siswa dengan sumber belajar lainnya.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug melihat adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Rug menginginkan siswa dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial sehingga diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.
Theodore Brameld, pada awal tahu 1950-an menyampaikan gagasanya tentang rekonstruksi sosial. Untuk melaksanakan hal itu, sekolh mempunyai kewajiban membantu individu mengembangkan kemampuan sosialnya dan membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Ciri-ciri desain kurikulum rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut:
1.         Bertujuan utama menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia dalam masyarakat.
2.         Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.
3.         Pola-pola organsasi kurikulum ini disusun seperti sebuah roda, ditengah-tengahnya sebagai poros merupakan masalah yang menjadi tema utama.










Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi da bentuk-bentuknya berbeda. Komponen-komponen kurikulum rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut:
a)         Tujuan dan isi kurikulum.
Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.
b)         Metode.
Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seorang dengan lainnya, tidak ada kompetisi, yag ada adalah kerjasama, pengertian dan konsensus.
c)         Evaluasi.
Siswa dilibatkan dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
Untuk pelaksanaan pengajaran rekonsruksi sosial, Harold G. Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
4.      Kurikulum Teknologis
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi  banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
a.           Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b.       Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.
Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:
a)      Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b)   Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu  ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran  mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
·           Penegasan tujuan kepada siswa.
·           Pelaksanaan pengajaran
·           Pengetahuan tentang hasil
·           Organisasi bahan ajar
·           Evaluasi
Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
1.      Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
2.      Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.
Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah kita banyak membahas tentang tema macam-macam model konsep kurikulum dapat di simpulkan bahwa macam-macam model konsep kurikulum terbagi atas 4 (empat) aliran;
1.         Kurikulum Subjek Akademis, juga bisa kita telaah sebagai kurikulum tertua
2.         Kurikulum Humanistik, merupakan konsep yang menjadikan siswa sebagai subjek utama
3.         Kuriulum Rekonstruksi Sosial, Pada kurikulum ini, pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Kerja sama dan interaksi yag terjadi bukan hanya antara guru dan siswa, melainkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan serta siswa dengan sumber belajar lainnya.
4.         Kurikulum Teknologis, Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
a.         Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b.         Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.
DAFTAR PUSTAKA

Nana Syaodiyah S, 2004, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya: Bandung
Mulyasa, E, 2006, Kurikulum Yang Disempurnakan, Remaja Rosdakarya: Bandung





[1] Nana Syaodiyah S, 2004, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya: Bandung